Rabu, 20 Maret 2013

Cewek dan Cowok : Buku

Ada adik junior cewek bilang, "Cewek sekarang lebih banyak ngabisin uangnya beli bedak daripada beli buku, bang.."

Dan ada abang senior bilang, "Cowok di Aceh ini kebanyakan uangnya abis di warung kopi daripada buat dibeliin buku"

Syukurlah, saya jarang ke warung kopi dan nggak pernah beli bedak..
*walau jarang juga beli buku :p*

Novel To-be Part 5


Oiya, ini cerita part 5. Bagi yang belom baca part sebelumnya bisa klik tulisan di bawah
PART 1
PART 2
PART 3

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Malem :) ini Valinna, kan?

                Valinna masih tak bisa percaya dengan text yang baru saja diterimanya. Bukan apa-apa, nomor si pengirim sudah lama tersimpan di kontak hapenya. Nomor yang lama sekali dia simpan tanpa pernah melayang sebuah sms maupun panggilan telepon ke si empunya. Bang Raira!

                Nomor ini dia dapatkan dari Rio (yang tentu saja nggak paham situasi apa yang sedang terjadi), Linna gugup. Gugup sekaligus senang. Dia membalas.

Malem juga.. maaf ini siapa ya?

                Sebagai cewek, tentu aja dia harus sedikit jual mahal. Cewek itu harus punya harga diri. Setidaknya itu dia pegang selama setahun terakhir untuk tidak mengajak kenalan Raira duluan. Dan isi sms tadi juga membuat kesan seolah-olah Linna tidak menaruh perhatian lebih kepada si Abang kelas.

                Tak lama, datang sms balesan dari Raira. Linna hanya senyum-senyum membacanya. Iya, aku tau kok bang, salam kenal juga.. Linna mengetik lagi balesan buat Raira. Belum saja Linna menaruh hpnya, sms Raira udah dateng lagi. Linna buru-buru membacanya dan mengernyitkan dahinya.

                “Buat apa nomor hapenya si Rian, ya?” Linna agak bingung namun tetap dia ngirimin nomor yang Raira minta. Buat apa ya? Bikin penasaran aja..

                Linna merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dia menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru langit dengan hiasan bintang-bintang glow in the dark yang dia minta ayahnya menempelkannya saat dia diberikan kamar untuk dirinya sendiri. Pikirannya pun tak jauh dari bintang hatinya.

                Sejam sudah berlalu tapi belom ada tanda-tanda sms Raira datang lagi. Linna mulai mengantuk namun masih tak sabar akan balesan apa lagi yang Raira tulis untuknya. Dia mengecek sent item dan menyesal. Dia hanya menulis sederetan nomor Rian disitu tanpa kalimat pertanyaan basa-basi lainnya. Mungkin gara-gara ini Raira tak membalasnya lagi. Ah, tapi kan dia cowok, harusnya dia donk yang memperpanjang obrolan. Tapi di satu sisi dia pengen ngobrol banyak sama cowok yang setahun ini dia perhatiin.

                Rrrrr..

                Hape Linna bergetar. Raira kah?

                Oke, makasih ya, Lin..:)
                Oiya, lagi ngapain nih? Gimana sekolahnya sekarang?

                Setengah kesal karena smsnya telat dibales bercampur gembira karena percakapan masih berlanjut, Linna mengetik sms dengan kecepatan manusia rata-rata. Malam itu, Raira dan Linna pertama kalinya melakukan random talks paling menyenangkan dalam hidup Raira Shepova dan Valinna.


Novel To-be Part 4

Hello, ini cerita lanjutan kemaren.. mungkin ada beberapa yg ngeluh gara-gara gw telat postingnya..maklumlah, terkadang jadwal gw yang serabutan ini bisa bikin ga jelas kapan luangnya dan kapan juga sibuk setengah matinya..

Oiya, ini cerita part 4. Bagi yang belom baca part 1,2 dan 3 bisa klik tulisan di bawah
PART 1
PART 2
PART 3

And, please enjoy :)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rrrrr…

Hape Raira bergetar. Hatinya juga. Dia tahu ada siapa dibalik getaran di hapenya. Raira baru saja mengirim text ke nomor yang dihapalnya tadi siang. Malam ini dia langsung melancarkan aksi memperkenalkan dirinya. Tak sabar, dia membuka layar handphone-nya.

1 message from *provider*

Raira langsung memasang muka mendengus kesal sambil menghapus sms tak diharap barusan. Kirain dari.. belum habis ucapan di hati Raira, hapenya bergetar lagi. Kali ini muka Raira berubah mendadak sumringah, sesumringah emoticon di akhir nama sang pengirim.

1 message from Linna :)

Yup, Valinna. Cewek inilah yang membuat Raira mati-matian menghapal nomor hapenya. Cewek yang pertama kali dijumpainya di kantin. Cewek yang baru kali itu dia liat semasa SMA yang jajannya mirip sama dia. Cewek dengan tubuh kurus dan tinggi badannya nggak jauh dari dia. Cewek dengan lesung pipit di pipi kirinya yang terlihat saat dia bergurau dengan temennya saat itu. Cewek yang selalu dia tunggu lewat di depan kelasnya saat sekolah berakhir.

Awalnya Raira hanya tertarik pada saat perjumpaannya di kantin saat itu. Tapi kejadian itu rupanya melekat di pikirannya. Kejadian dan wajahnya. Wajah Linna yang tertunduk malu-malu ala anak baru saat melihat kue jajanan di kantin. Wajahnya yang sesekali melirik ke arah Raira, bagian ini Raira memang tak mau merasa terlalu ge-er, karena dia pun hanya melirik Linna lewat ujung mata.

Sebenarnya Raira punya waktu dua semester untuk bisa kenalan sama Linna. Tapi apa daya, mahkluk pemalu ini butuh waktu satu semester untuk mengumpulkan keberaniannya dan harus menderita satu semester berikutnya karena keduluan sama cowok lain. Ya, Linna sempet pacaran sama temen Raira. Momen indah Raira yang biasanya melihat Linna sepulang sekolah berbalik jadi momen neraka kepedihan. Behahahaha..

Namun belakangan, ketika pulang sekolah Linna tak terlihat lagi dengan pacarnya. Bukan sehari dua hari, tapi hampir dua minggu! Raira merasa ada angin surga bertiup sepoi-sepoi ke arahnya. Dan setelah denger omongan sana-sini, rupanya Linna udah nggak pacaran lagi. Yess!

Tapi Raira yang sebentar lagi menghadapi Ujian Nasional tak bisa memikirkan langkah untuk mendekati LInna kali ini. Rencananya dia bakal pedekate setelah ujian selesai. Dan Raira adalah seorang penguntit kelas rendah. Dia bahkan nggak tahu berapa nomor hape Linna.

Beruntunglah ada temennya, Rio, temennya yang jangkung ini lumayan deket sama Linna. Malah pernah dikhawatirkan target Raira dan Rio itu sama (pengen nembak Linna), namun setelah Rio jadian sama adik kelas yang lain, Raira narik napas lega. Hingga sampai tadi siang, dia mencoba pinjem hape Rio dengan diam-diam buat ngambil nomor Linna. Suatu kegiatan yang nggak perlu dilakuin kalo aja Raira nggak tertutup soal orang yang ditaksirnya.

Malem juga.. maaf ini siapa ya?

Isi smsnya nggak ada yang special tapi cukup untuk membuat Raira panas dingin. Ini bukan cewek pertama yang dia pedekate-in, tapi soal cewek dia emang nggak banyak pengalaman. Raira malah bingung mau ngejawab apaan, padahal cuma ditanya siapa ya, gimana ntar kalo ditanyain soal fisika? Mungkin Raira mesti les dulu baru bisa ngejawab.

Tangan Raira agak gemeter waktu ngetik text balesan.

Ini Bang Raira.. salam kenal :)
Maap nih kalo ngeganggu..
Ada waktu kan?

Message sent. Raira mengecek kembali susunan kalimatnya. Nervous yang dirasainnya melebihi saat mengisi lembar jawaban Ujian Nasional kemarin. Rrrr.. hapenya bergetar kembali.

Ooh, bg Raira yaa :) kayaknya tau yang mana..
Ada kok bg.. Napa ya?

“Mampus deh aku, jawab apa ya?” Raira emang belom nyusun apa-apa soal strategi smsnya. Jempolnya bergerak mengikuti apa yang dibilang otaknya. Sms sudah terkirim lagi. Isinya:

Boleh tau nomor hape ketua kelasnya nggak?

Raira nyesel akan respon cepatnya yang mengecewakan. Apa nggak ada kalimat lain yang lebih manis gitu buat diucapin? Semoga Linna nggak berpikir kalo Raira tertarik dengan ketua kelasnya yang sangar itu.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Daaaaaaan.. ini part selanjutnya :
PART 5

Jumat, 08 Maret 2013

Novel To-be Part 3


 Oke, ini part-3 sambungan cerita kemaren, bagian ke-3 mungkin jadi yang terakhir gw posting minggu ini dan lanjutannya bakal gw post minggu depan.
buat yang belom baca part 1, silahkan klik di sini  
buat part 2, silahkan klik di sini

Nama tokoh utamanya, Linna. Nama panjangnya belom gw pikirin, soalnya nama Linna sendiri mungkin gw pake cuma di blog, ntar di novel bakal ganti nama (atau tetep gw pake kalo-kalo aja nanti gw merasa Linna lebih cocok daripada nama-nama lain). Oiya, kalian yang baca boleh bantuin nyumbang nama buat "Linna" kok..

Oke, daripada lama-lama, silahkan baca Novel To-be Part 3 :D


***               
 Cewek satu ini menatap ke arah panggung yang ada di lapangan sekolahnya. Pandangannya seolah tak mau lepas memandang sesosok cowok sedang memainkan gitarnya. Cowok yang memakai kemeja biru bergaris vertikal putih lengan panjang, kemeja yang juga dipakai oleh rekan satu band-nya. Udah jadi hal yang biasa, setiap acara kelulusan anak kelas 3 biasanya masing-masing kelas 3 membuat “seragam” mereka sendiri untuk dipamerin. Ada yang bikin jaket, sweater, kemeja sampe jas desain sendiri. Dan bagi cewek ini, cowok yang sedang dilihatnya sekarang nggak masalah mau pake baju model apa baginya tetep abang senior paling keren di sekolahnya.

                Linna, cewek yang masih kelas satu ini memang “jatuh cinta” dengan si abang gitaris ini sejak awal ketemu di kantin sekolahan. Kejadiannya kalo gw nggak salah inget sih gini :

                Saat itu dua minggu setelah ajaran baru dimulai, Linna dengan seorang temennya yang nggak perlu disebutin namanya barengan ke kantin. Kantin yang lumayan lengkap itu jajanannya enak-enak dan kebanyakan home made. Jajanan yang berupa kue basah dan kering dijejerkan di sebuah meja besar dalam sebuah nampan, bagian kanan kantin ada sebuah rak besar yang isinya makanan ringan lainnya, tak lupa ada dua buah kulkas yang ditata pada kanan-kiri kantin yang tentu aja diisi dengan minuman dan sayur belanjaan para guru yang dititip disitu. Di belakang meja besar tadi ada sebuah mesin fotocopy yang digunain buat fotocopy apa aja, dari kertas ujian sampe kertas contekan ulangan yang difotocopy dengan ukuran lebih kecil. Di samping mesin itu ada meja kayu tua. Walau terlihat tua dan kusam, di laci meja itulah disimpan semua uang hasil kantin sehari-hari. Penjaga kantinnya ada dua orang, sekarang mereka lagi ngegosip dengan tiga orang ibu guru yang kelihatannya sedang kosong mengajar.

                Suasana kantin memang sedang sepi dari murid, soalnya emang lagi bukan jamnya istirahat. Hanya ada dua orang cowok yang nampaknya adalah senior Linna disitu. Kelas Linna lagi kosong, gurunya lagi sakit apaan gitu dan nggak ada guru yang bisa ngegantiin jadi kelas mereka cuma disuruh ngerjain tugas biasa aja. Linna suka banget sama risol di kantin .Dengan badannya yang kurus itu, dia sanggup ngabisin 10 potong risol sendirian dalam keadaan normal dan bisa tambah lima lagi kalo emang lagi laper. Casing nggak berimbang dengan nafsu makan.

                Linna mengambil risolnya dan membungkusnya ke dalam sebuah plastik. Dia agak malu-malu saat hendak memanggil penjaga kantin untuk membayar risolnya, maklum anak baru apalagi jumlah risolnya dalam plastik cukup banyak. Tepat ketika Linna ingin memanggil penjaganya, si senior rupanya duluan bersuara.

                “Kak, ini mau bayar, minta kembaliannya” si cowok yang lebih pendek dari temannya itu nyaris setengah berteriak. Linna setengah kaget dan melihat ke arah cowok itu. Jantungnya berdegup lebih kencang. Nggak ganteng-ganteng amat, tapi kok menarik ya?

                Linna melirik bungkusan belanjaan si cowok itu dan menahan tawanya karena yang dilihatnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jajanannya. Sekali lagi dia menatap wajah si senior, dia merasa nggak pernah melihat cowok ini sebelumnya yang artinya dia bukan senior yang “ikutan” meng-ospek adik-adik barunya beberapa minggu lalu. Nggak lama setelah kembalian diterima, si cowok dan temen figurannya pergi ke kelasnya lagi. Meninggalkan rasa penasaran di hati Linna. Namanya siapa ya?

                Dan kembali ke cerita sekarang, Linna masih saja menatap cowok yang bermain gitar di atas panggung itu. Nggak keren-keren amat, permainan gitarnya juga standar (walau Linna juga nggak ngerti-ngerti amat masalah gitar) tapi terasa begitu mempesona di mata Linna. Teman-teman di samping Linna hanya tersenyum-senyum melihat tingkah Linna yang selalu saja seperti tersihir saat melihat seniornya yang satu itu.

                Hingga si senior turun dari panggung, pandangan Linna masih saja mencari-cari sosok itu. Dia takut tak bisa melihatnya lagi karena hari ini adalah hari acara syukuran kelulusan di sekolahnya. Rasa penasarannya masih sama besarnya dengan yang dirasakannya saat pertemuan mereka di kantin. Hanya saja, kini Linna sudah tau siapa nama si senior. Raira Shepova..

****

                 How??

Kamis, 07 Maret 2013

Novel to-be (part 2)

 Hari ini gw bakal post sedikit tentang sambungan cerita Novel To-Be Part I . Banyak yang nanya kenapa nama tokoh utamanya "Raira"? mirip nama cewek kata mereka..

Menurut gw sendiri, nama Raira nggak terlalu "kecewekan" sih, tapi persepsi orang kan beda-beda. Jadi, daripada ngeributin soal nama, silahkan baca aja lanjutan dari part 1 kemaren di bawah ini :


Raira Shepova, Dengan nama yang lumayan keren ini dia cuma bisa senyum kesel aja kalo ada orang yang manggil dia dengan sebutan “Ira”. Namanya emang mirip nama cewek. Lantas, nama belakangnya itu apa karena dia blasteran? Nggak kok, yang gw denger-denger dari ayahnya sendiri sih, “biar berasa keren aja..” diiringi cengengesan ala bapak-bapak berkumis ke-gep lagi ngeliatin cewek lewat. Parahnya, “Raira” sendiri nggak punya arti yang bisa dibanggain. “Kayaknya keren aja..” gitu kata Bundanya.
Raira ini orangnya pendiem kalo di lingkungan yang baru aja dikenalnya. Beda kalo dia sedang berada di “tempat” yang udah bikin dia nyaman, Raira bisa jadi orang yang sangat-sangat cerewet.. dan gila. Pernah suatu kali, ketika sekolahnya kedatangan orang dari dinas kesehatan buat ngasih penyuluhan narkoba ke kelas-kelas, Raira sempat bikin petugasnya jadi salah tingkah.
Kejadiannya gini, jadi ketika seorang petugas (yang masih muda) dengan agak malu-malu sudah panjang lebar menjelaskan bahaya narkoba di kelasnya, si petugas bertanya suatu pertanyaan klise yang sering dilontarkan setelah menjelaskan sesuatu, “Ada yang mau ditanyakan, adik-adik?”
Pertanyaan standar kayak gitu direspon nggak kalah standar. Ada yang senyum-senyum, nunduk, ada yang main bulu tangkis(?), ada juga yang nggak peduli. “Iya, adik yang di sana, mau tanya apa?”, Mata si petugas menatap ke arah murid yang mengangkat tangannya tinggi-tinggi, murid ini nggak lain adalah Raira.
“Hmmm, abang udah punya pacar belom?”
GERRRRR… satu kelas geger otak gara-gara pertanyaan Raira dan langsung disambut dengan ledakan tawa dari teman-temannya. Si petugas mukanya merah padam dan salah tingkah.
Apakah Raira maho? Nggak dong, dia laki-laki sejati. Jadi kenapa dia bertanya seperti itu ke seorang pria yang nggak dikenalnya? Entahlah, hanya Tuhan dan Raira yang tau.


That's it! How?? kasih komen ya :D

Rabu, 06 Maret 2013

Novel To-be (Part I)

Ini yang gw posting adalah sepotong cerita yang rencananya ntar mau gw panjangin jadi novel fiksi (itu juga kalo ada penerbit yang mau nerbitin tulisan sampah gw lagi), yang udah baca tolong kasih komen ya, pendapat, atau sekedar ngejek apaan gitu juga boleh. (walo gw nggak yakin apa yang bisa dikomen dengan tulisan yang cuma sepatah dua patah paragraf ini). cekidot..


                Kosong delapan lima …
Raira terus menggumamkan deretan nomor-nomor yang baru saja dia “curi” dari handphone temen deketnya, Rio. Iya, yang dia coba hafal dari tadi adalah nomor handphone dari seorang wanita yang (rencananya) dia jadikan gebetan. Emang sih, dia bisa saja langsung menyimpan nomor itu di hapenya, tapi saat itu hapenya ketinggalan di rumah dan Raira terlalu malu untuk mencatatnya di kertas atau dimana pun dia bisa mencatatnya. Bukan apa-apa, dia cuma nggak mau dijadiin bahan candaan Rio soal (bakal calon) gebetannya ini.

“Rai, kok bengong aja? Udah nggak tahan ya?” , Rio yang sedang ngebonceng Raira di motornya mulai buka suara. Mereka dalam perjalanan pulang dari rumahnya Rio. Raira sengaja bilang kalo dia udah kebelet pup dan pengen pulang. Sebenernya bisa aja sih dia pup di rumah Rio, nggak dipungut bayaran juga dan kamar mandinya pake AC. Masalahnya Raira nggak bener-bener pengen pup, kayak yang gw bilang tadi, dia cuma pengen pindahin nomor hape cewek manis yang mati-matian dia apalin sepanjang jalan.

“Hee, nggak kok yo..”

Kosong delapan lima… Raira kembali menggumamkan barisan angka penentu masa depannya (tetap menjadi jomblo, jadian sama ini cewek atau gabung ke biro jodoh). Raira sampe merem buat ngapalinnya.

“Elo sih, udah gw bilang pupnya tuh di rumah gw aja.. mesti amat pup di rumah sendiri, ntar kalo elo lagi di ngekost di luar daerah terus pengen pup masa’ iya elo pulang ke rumah sendiri?”, Rio agak heran juga sama temennya ini. Raira nyengir di belakang Rio.

Iya, yg gw denger-denger sih ya, si Raira sama Rio mau kuliah di luar kota tempat mereka tinggal sekarang, Lhokseumawe. Mereka baru aja selesai ngelaksanain Ujian Nasional tingkat SMA. Rio yang mau ikut SNMPTN berencana besok berangkat ke Banda Aceh buat ikut les bimbingan SNMPTN di sana. Raira yang nggak punya rencana (atau malah nggak niat?) buat ikut les bimbingan nyempet-nyempetin ke rumah Rio hari ini cuma buat ngelakuin “pencurian” nomor sang cewek.

Motor rio sampe di depan pagar rumah Raira. Cowok yang nggak tinggi-tinggi amat ini langsung lompat dari jok motor Rio. “Thanks yooo”, Raira langsung ngacir ke arah rumahnya tanpa nunggu Rio ngebales ucapannya.

“Kasian si Rai, pasti udah mau jebol..”, Rio memutar arah motornya dan melaju pulang. Sementara Raira sudah berada di kamarnya, meraih handphone-nya yang tergeletak di kasurnya. Adiknya yang satu kamar sama dia cuma bisa keheranan melihat tingkah abangnya satu ini. Jari Raira langsung bergerak cepat di atas layar handphone. Kosong Delapan Lima ….

****


ok, segitu dulu.. Mungkin ada yang bingung ngapain gw posting ginian segala, mungkin jawabannya "sebagai bahan motivasi gw aja" biar gw makin rajin nulis dan tau kalo gw lagi nggak nganggur-nganggur amat di kost-an. Thanks yang udah kejebak baca, ntar gw lanjutin lagi.. :D

Minggu, 03 Maret 2013

Sate kucing enak kali ya?


Kucing ini bukan milik siapa-siapa, dia hanya suka berkeliaran di sekitar kost-an..
Tak pernah gw kasih makan atau gw elus-elus layaknya binatang peliharaan (karena memang gw nggak melihara dia) , karena saya agak anti kucing yang udah gede..
Malahan, kucing berwarna abu-abu ini sering saya toyor kepalanya kalo ketemu di jalan ke kamar mandi (kadang2 pake kaki noyornya).

Maaf buat pecinta kucing di seluruh jagat raya, keliatannya sifat agak anti kucing ini turunan keluarga, khususnya pihak emak..

Seminggu yang lalu, gw ngeliat ini kucing lagi main-main sama belalang. Kasian belalangnya.. dimain-mainin pake cakarnya. Kadang ditarik-tarik, kadang didorong-dorong. Bahkan makhluk kecil ini pun harus merasakan pedihnya di-PHP. Sambil melangkah pergi gw ngomong, "Maap ya, lang.. aku nggak bisa bantu apa-apa"

Beberapa saat berikutnya, pas gw mau masuk kamar, gw dikagetin dengan adanya bangkai belalang yang rasanya familiar (walaupun kayaknya belalang itu sama semua mukanya). Nice, kucing ini minta ditoyor spesial kayaknya..

Selang dua hari, gw ngeliat bangke di depan kamar. Dua ekor, sodara-sodara..
dan kali ini adalah bangke dari binatang yang paling gw laknat: Cicak. Dengan geli-geli jijik, gw nyoba buang itu bangke binatang berkulit mulus kuning langsat. Gw yakin, ini perbuatan si kucing sialan ituhh! Maksudnya apaan ya ngasih-ngasih beginian ke gw? ucapan terima kasih? atau bales dendam gara-gara suka noyor?

Dan malam ini, sesajen yang dikasih cukup mengesankan. Bangke tikus tepat di depan pintu kamar. Bagus, Golok... MANA GOLOK??