Oke, ini part-3 sambungan cerita kemaren, bagian ke-3 mungkin jadi yang terakhir gw posting minggu ini dan lanjutannya bakal gw post minggu depan.
buat yang belom baca part 1, silahkan klik di sini
buat yang belom baca part 1, silahkan klik di sini
buat part 2, silahkan klik di sini
Nama tokoh utamanya, Linna. Nama panjangnya belom gw pikirin, soalnya nama Linna sendiri mungkin gw pake cuma di blog, ntar di novel bakal ganti nama (atau tetep gw pake kalo-kalo aja nanti gw merasa Linna lebih cocok daripada nama-nama lain). Oiya, kalian yang baca boleh bantuin nyumbang nama buat "Linna" kok..
Oke, daripada lama-lama, silahkan baca Novel To-be Part 3 :D
***
Cewek satu ini menatap ke arah
panggung yang ada di lapangan sekolahnya. Pandangannya seolah tak mau lepas
memandang sesosok cowok sedang memainkan gitarnya. Cowok yang memakai kemeja
biru bergaris vertikal putih lengan panjang, kemeja yang juga dipakai oleh
rekan satu band-nya. Udah jadi hal yang biasa, setiap acara kelulusan anak
kelas 3 biasanya masing-masing kelas 3 membuat “seragam” mereka sendiri untuk
dipamerin. Ada yang bikin jaket, sweater, kemeja sampe jas desain sendiri. Dan
bagi cewek ini, cowok yang sedang dilihatnya sekarang nggak masalah mau pake
baju model apa baginya tetep abang senior paling keren di sekolahnya.
Linna, cewek yang masih kelas
satu ini memang “jatuh cinta” dengan si abang gitaris ini sejak awal ketemu di
kantin sekolahan. Kejadiannya kalo gw nggak salah inget sih gini :
Saat itu dua minggu setelah
ajaran baru dimulai, Linna dengan seorang temennya yang nggak perlu disebutin
namanya barengan ke kantin. Kantin yang lumayan lengkap itu jajanannya
enak-enak dan kebanyakan home made.
Jajanan yang berupa kue basah dan kering dijejerkan di sebuah meja besar dalam
sebuah nampan, bagian kanan kantin ada sebuah rak besar yang isinya makanan
ringan lainnya, tak lupa ada dua buah kulkas yang ditata pada kanan-kiri kantin
yang tentu aja diisi dengan minuman dan sayur belanjaan para guru yang dititip
disitu. Di belakang meja besar tadi ada sebuah mesin fotocopy yang digunain
buat fotocopy apa aja, dari kertas ujian sampe kertas contekan ulangan yang
difotocopy dengan ukuran lebih kecil. Di samping mesin itu ada meja kayu tua.
Walau terlihat tua dan kusam, di laci meja itulah disimpan semua uang hasil
kantin sehari-hari. Penjaga kantinnya ada dua orang, sekarang mereka lagi
ngegosip dengan tiga orang ibu guru yang kelihatannya sedang kosong mengajar.
Suasana kantin memang sedang
sepi dari murid, soalnya emang lagi bukan jamnya istirahat. Hanya ada dua orang
cowok yang nampaknya adalah senior Linna disitu. Kelas Linna lagi kosong,
gurunya lagi sakit apaan gitu dan nggak ada guru yang bisa ngegantiin jadi
kelas mereka cuma disuruh ngerjain tugas biasa aja. Linna suka banget sama
risol di kantin .Dengan badannya yang kurus itu, dia sanggup ngabisin 10 potong
risol sendirian dalam keadaan normal dan bisa tambah lima lagi kalo emang lagi
laper. Casing nggak berimbang dengan
nafsu makan.
Linna mengambil risolnya dan membungkusnya
ke dalam sebuah plastik. Dia agak malu-malu saat hendak memanggil penjaga
kantin untuk membayar risolnya, maklum anak baru apalagi jumlah risolnya dalam
plastik cukup banyak. Tepat ketika Linna ingin memanggil penjaganya, si senior
rupanya duluan bersuara.
“Kak, ini mau bayar, minta
kembaliannya” si cowok yang lebih pendek dari temannya itu nyaris setengah
berteriak. Linna setengah kaget dan melihat ke arah cowok itu. Jantungnya
berdegup lebih kencang. Nggak
ganteng-ganteng amat, tapi kok menarik ya?
Linna melirik bungkusan
belanjaan si cowok itu dan menahan tawanya karena yang dilihatnya jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah jajanannya. Sekali lagi dia menatap wajah si
senior, dia merasa nggak pernah melihat cowok ini sebelumnya yang artinya dia
bukan senior yang “ikutan” meng-ospek adik-adik barunya beberapa minggu lalu.
Nggak lama setelah kembalian diterima, si cowok dan temen figurannya pergi ke
kelasnya lagi. Meninggalkan rasa penasaran di hati Linna. Namanya siapa ya?
Dan kembali ke cerita sekarang,
Linna masih saja menatap cowok yang bermain gitar di atas panggung itu. Nggak
keren-keren amat, permainan gitarnya juga standar (walau Linna juga nggak
ngerti-ngerti amat masalah gitar) tapi terasa begitu mempesona di mata Linna. Teman-teman
di samping Linna hanya tersenyum-senyum melihat tingkah Linna yang selalu saja
seperti tersihir saat melihat seniornya yang satu itu.
Hingga si senior turun dari
panggung, pandangan Linna masih saja mencari-cari sosok itu. Dia takut tak bisa
melihatnya lagi karena hari ini adalah hari acara syukuran kelulusan di
sekolahnya. Rasa penasarannya masih sama besarnya dengan yang dirasakannya saat
pertemuan mereka di kantin. Hanya saja, kini Linna sudah tau siapa nama si
senior. Raira Shepova..
****
How??
aaa..
BalasHapusI knew it.. ^^